catatan pertama si kucing

kaki si kucing

Selama ini saya hanya jadi pembaca pasif. Meninggalkan komentar pun tidak. Sampai akhirnya saya nyasar disini dan menerbitkan artikel tulisan abal-abal. Intip profil penghuni disana, kebanyakan menyertakan alamat blog-nya. Tulisannya bagus-bagus. Yang lucu, menggemaskan dan tidak sedikit pula yang menjadi inspirasi serta motivasi buat saya.

Sebelumnya saya masih bertahan disana yang sudah seperti menjadi one stop entertainment site. Penulis bagus banyak disana tanpa perlu susah payah blogwalking, memberi komentar dan merusuh sambil sesekali menerbitkan artikel tulisan abal-abal. Tapi setelah dipikir-pikir dan diintimidasi pihak tertentu, jadilah saya memutuskan untuk memiliki blog.

Membuat blog ini ibaratnya menjilat ludah sendiri memakan kembali ucapan saya sebelumnya. Saya pikir untuk memiliki blog yang baik itu, pemilik blog harus punya konsistensi dan tanggung jawab yang baik atas isi blog-nya. Konsistensi untuk merawat dengan baik isi blog-nya supaya tidak terlantar. Juga tanggung jawab atas apa yang telah diterbitkan untuk dibaca bebas oleh umum. Dan dari dua hal itu, saya tidak memiliki poin yang pertama.

Ya sudahlah, toh akhirnya saya buat juga blog abal-abal disini. Dan tulisan ini jadi langkah kecil pertama saya. Mari kita lihat sampai dimana langkahnya nanti. Apakah terhenti di separuh jalan atau akan menjelajah dunia yang tak berujung?

Bismillah …

Dipublikasi di catatan si kucing | 88 Komentar

Soal Hati

Setuju ga kalau saya berpendapat bahwa kita hanya bisa disakiti oleh orang yang kita peduli. Terutama yang kita sayang. Semisalnya hal-hal yang menyakitkan datang dari orang yang keberadaannya kita acuhkan, tentu ga akan diambil hati ya.
Dan katakanlah suatu waktu saya lupa bahwa dalam menjalin hubungan dengan orang lain, saya pun bisa menyakiti orang tersebut. Dua arah. Ketika saya minta dijaga, hal yang serupa pun mestinya berlaku sebaliknya. Dan saya lupa.
Hati terlena dan ego minta saya lah yang paling benar dan seharusnya didahulukan. Lalu semuanya jadi berantakan. Iya, saya sakit ketika tidak dijaga dengan baik. Tapi hal yang lebih menyakitkan jika ditinggal sendiri.
Sekarang mulai mengumpulkan kembali serpihan dari hal-hal yang sudah saya rusak. Kami rusak. Terlalu berlebihan jika saya meminta hubungan itu kembali seperti dulu. Yang rusak bisa diperbaiki tapi tidak akan sama lagi. Cukup mawas diri dengan hal yang telah terjadi dan menjadi pengalaman supaya bisa ikhlas dan saling jaga sampai akhir nanti.
Maaf ya, sayang 🙂
https://www.youtube.com/watch?v=Gwx4iTRLXG8&feature=youtube_gdata_player

Dipublikasi di catatan si kucing | Meninggalkan komentar

Kangen

Gambar

Hampir setahun ditinggal Oma yang wafat November tahun lalu karena sakit. Masih aja lho kalo ingat beliau jadi sedih. Waktu di awal kepergiannya masih ga berasa kalau beliau sudah ga ada. Kalo ada kabar apa, mo jalan-jalan rame sama keluarga ato ada hal yang mau dicurhatin, refleks pingin nelepon Oma. Pas sadar kalo orangnya sudah ga ada lalu mewek 😥

Sempat bertanya-tanya kok setelah Oma meninggal ga ada satu pun dari keluarga yang dimimpiin. Berbaik sangka-nya sih beliau sudah tenang dan tidak ada lagi keperluan dunia yang tertinggal. Semoga begitu adanya (amiiiin). Lalu sehari sebelum acara lamaran saya (ehm…) Papa selepas Maghrib biasanya tadarusan dulu dan merasa melihat ada sosok Oma yang lagi duduk di tepi tempat tidur mencoba untuk ngomong sesuatu ke Papa. Aish … merinding lagi pas ketik bagian ini. Papa keluar kamar dengan mata basah. Mama dan saya yang lagi nonton TV di luar kamar jadi bingung, lalu Papa cerita. Dan mewek lagi dong, semoga ya beliau datang untuk memberi restunya (lalu amin berjamaah).

Akhir September lalu mudik ke Bukittinggi, selain refreshing juga sekalian lihat makam Oma yang baru saja jadi. Ada semacam acara sembahyang di makam dan berhubung orangtua juga ga bisa hadir yah diwakilkan oleh anaknya saja. Di sana juga curhat lagi, ngobrol lagi walau cuma satu arah. Kangen. Banget. Mbok ya sesekali disamperin di mimpi gitu lho, Oma 😥

Dipublikasi di catatan si kucing | Meninggalkan komentar

Dua Puluh Tujuh

Yah katakanlah beberapa bulan lalu setelah kejadian bosan hidup itu bikin saya ketar ketir menjelang nambah umur. Quarter life crisis? Bisa jadi. Jangan kira hanya remaja saja melabil mencari jati diri. Toh umur ndak menjadi jaminan menjadi dewasa dan bijaksana. Cemas menjadi-jadi apalagi ditakut-takuti dengan angka 27 yang menjelang.

Tahu 27 club? Kutip sedikit dari www.wikipedia.org :

also occasionally known as the Forever 27 Club, Club 27 or the Curse of 27—is the title for a group of popular musicians who all died at the age of 27

Hadeuh, gimana ga tambah serem. Umur kritis, rawan dipanggil Tuhan 😥 Eh, tapi hanya berlaku buat orang tenar ya. Kalo rakyat jelata semacam saya tidak dikutuk hal seperti itu kan? Kan? Kan? *mencari dukungan*

Seperti biasa saya terlalu cemas untuk hal yang belum terjadi sampai gelap mata dan hampir saja ndak melihat kalau saya kan ndak hidup sendirian. Masih ada keluarga dan teman-teman di sekitar saya yang mendukung dan (mudah-mudahan) melimpahkan rasa sayang dengan tulus. Pastinya nanti ada masa saya tersandung jatuh dan  sulit untuk berdiri tegak kembali. Tapi dengan semua ucapan selamat dan doa yang disampaikan di hari ulang tahun kemarin, rasanya tidak ada yang perlu ditakutkan karena saya punya semua yang saya butuhkan. Tuhan, keluarga dan teman-teman tersayang.

Terimakasih ya 🙂

Dipublikasi di catatan si kucing | 1 Komentar

Bikin Hidup Lebih Hidup

‘Lo ngerasa bosan hidup ga sih?’

Hampir saya tersedak roti isi yang sedang saya santap saat menghabiskan waktu istirahat siang bersama teman semasa kuliah yang kebetulan bertemu  di kantor klien. Saya letakkan roti di piring dan mengarahkan pandangan dengan serius.

‘Bosan gimana? Lo bukan mau mati kan?’ tanya saya prihatin. Teman saya tertawa terbahak.

‘Bukan itu maksud gue. Abisnya ngerasa waktu tuh lewat cepat banget. Hidup udah kayak rutinitas. Bangun pagi, kerja, urus ini itu, nunggu gajian, terus dihabisin buat belanja, nonton, makan-makan. Udah gitu aja. Ga kayak dulu waktu masih kuliah. Rasanya gue masih punya passion’

Saya cuma diam sambil meresapi uneg-unegnya. Jujur saja, saya pun merasa seperti itu. Waktu rasanya berlalu cepat tanpa arti. Sibuk kejar-kejaran dengan waktu dan ndak akan pernah menang. Padahal waktu yang tersedia dalam satu hari 20 tahun yang lalu ya sama saja dengan satu hari saat ini, 24 jam. Tapi selalu merasa ndak pernah cukup. Apa karena manajemen waktu saya (dan teman) tidak cukup baik?

Waktu istirahat berakhir menyisakan kegalauan akibat beban pikiran masing-masing. Hingga suatu saat saya bicarakan dengan Mya perihal ini. ‘Ah itu hanya kalian saja yang tidak bisa mengapresiasi pencapaian saat ini’. Saya bengong sejenak mendengar tanggapan beliau.

Dengan kata lain kami, saya dan teman yang bosan hidup itu karena kurang bersyukur. Kurang lebih saya paham esensi  bersyukur dan selalu berusaha untuk bersyukur. Sampai suatu saat di sesi latihan gentle flow, dimana instrukturnya lebih banyak ngomong daripada latihan asana, dia berkata ‘Ada masanya kita harus berusaha melewati batas kemampuan tapi kita juga harus tahu kapan untuk merelakan usaha itu karena keterbatasan yang kita miliki’ Hmmm, kontradiksi ndak sih? Tapi kalau kembali ke ajaran yang saya yakini ya ada benarnya juga. Antara keseimbangan usaha (ikhtiar) dan doa (tawakkal).

Introspeksi diri dengan ‘usaha’ saya untuk bersyukur dengan cara memandang ke bawah dan melihat ketidakberuntungan orang lain. Memalukan. Perlahan saya coba melepaskan diri dari pikiran negatif yang menghakimi diri sendiri. Mencukupkan apa yang saya butuhkan dengan apa yang saya punya saat ini. Memaafkan kesalahan yang telah saya perbuat di masa yang lalu dan ndak ambil pusing dengan hal yang belum terjadi. Saya hidup untuk saat ini.

Tahu law of attraction? Saya rasa hal itu yang terjadi belakangan ini. Hal-hal positif datang saat saya juga berfikir tentang hal yang positif.  Kadang malah terasa sesak dengan hal-hal baik yang datang tanpa saya kira. Hal-hal baik yang ingin saya bagi dan kembalikan ke orang-orang di sekitar saya agar bisa sama-sama merasakan manfaatnya.

Alhamdulillah (ga pake yah) sudah ndak lagi ngomong dengan kurang ajarnya ‘Gue juga bosan hidup’ 😀

Dipublikasi di catatan si kucing | 5 Komentar

Teater Koma : Sie Jin Kwie (Kena Fitnah)

Hari Kamis, 10 Maret yang lalu saya menyaksikan pertunjukan Teater Koma atas ajakan dari tante bersama dengan 3 orang temannya. Janjian ketemu usai jam kerja di depan lobby Graha Bakti Budaya untuk mengambil tiket pertunjukan yang telah dipegang tante.

Sedikit was was memasuki kawasan Taman Ismail Marzuki karena tidak tahu pasti letak Graha Bakti Budaya tempat pertunjukan teater hari itu. Setelah meyakinkan diri lokasi yang dimaksud bersebelahan dengan bioskop 21, barulah menyempatkan untuk mampir mengisi perut. Bersiap-siap dengan pertunjukan yang konon katanya memakan waktu hingga 4 jam. Begitu bertemu dengan tante dan juga teman-temannya, raut muka kami terlihat sama. Sama-sama panik, maksudnya 😛 Khawatir mengantuk, khawatir tidak mengerti jalan cerita, khawatir bosan di tengah pertunjukan, khawatir kalau-kalau di tengah pertunjukan mau ke toilet tapi ga dikasi ijin keluar masuk ruangan 😆 Pokoknya khawatir ndak jelas karena kami hanya penonton iseng yang tidak mengenal dunia teater sama sekali.

Kami berlima menempati seat baris I nomor 24 sampai dengan 27. Bukan pilihan yang buruk kok mengingat di baris tersebut pun cukup nyaman dan jelas untuk melihat pertunjukan di panggung. Sebagian besar kursi di baris VVIP dan VIP pun telah terisi. Sepertinya pertunjukan yang digelar Teater Koma dalam rangka merayakan ulang tahun grup yang ke 34 ini laris manis. Sebelumnya kami mencoba reservasi tiket untuk akhir pekan tapi seat yang tersisa hanya di bagian wing kanan dan kiri. Kurang nyaman lah ya, jadi tidak ada pilihan lain lagi selain menyempatkan diri di tengah hari kerja.

Pertunjukan dibagi menjadi 2 sesi dengan jeda sekitar 20 menit (kalau ndak salah ingat :P). Di antara waktu istirahat tersebut penonton dipersilakan untuk menikmati snack dan minuman hangat yang dijajakan secara sederhana di luar tempat pertunjukan. Celingukan saya melihat penampilan para penonton yang hadir malam itu. Nyeni banget 😆 Tapi paling ndak kekhawatiran yang ndak beralasan itu sudah hilang. Toh di tengah waktu jeda masih ada antusiasme untuk menuntaskan sajian pertunjukan teater.

Awal pertunjukan dibuka dengan wayang Tavip yang menyampaikan narasi awal mula kisah Sie Jin Kwie. Sesekali kami kebingungan dengan penyampaian cerita yang dicampur dengan bahasa Jawa. Terselip pula guyonan khas Teater Koma, sindiran dan celetukan sarkas nan sinis untuk pemerintah 😆 Make up dan kostum para pemain serta setting panggung yang megah mampu menyihir penonton untuk kembali ke masa Dinasti Tang pada abad ke 7. Kostum dan make up karakter favorit saya adalah Thio Bie Jin. Karakter antagonis yang diperankan oleh Sari Madjid.

Tapi bintang panggung yang jadi kesayangan penonton malam itu adalah Thio Jin (Salim Bungsu). Kehadirannya di panggung selalu saja menyita perhatian dan memancing gelak tawa 😆 Ndak lupa pula saya sukses terhipnotis pesona sang jenderal gagah yang kena fitnah, Sie Jin Kwie (kyaaaa, Rangga :oops:)

Nyatanya kami (eh saya) adalah orang awam yang bener-bener ndak paham teater, sepulangnya dari pertunjukan ini saya ndak mampu mengingat nama-nama dari masing-masing karakter. Untuk kembali menuliskan artikel ini pun masih mengandalkan booklet yang dibagikan di awal pertunjukan juga hasil googling sana-sini.

Jadi masih belum pantas bagi saya untuk nulis semacam review (lha nama-nama karakter aja ndak ingat blas), hanya berbagi pengalaman baru saja. Dan ndak sabar deh ingin menyaksikan pertunjukan dari Teater Koma yang lainnya 🙂

Dipublikasi di tontonan si kucing | Tag , | 2 Komentar